WASPADA DIFTERI

Published  Tuesday,    12 December 2017   01:12 PM

Written by Admin

 

 

 

DIFTERI adalah INFEKSI BAKTERI yang umumnya menyerang selaput lendir pada hidung dan tenggorokan, serta terkadang mempengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang berpotensi mengancam jiwa. Menurut WHO tercatat 7097 kasus difteri yang dilaporkan diseluruh dunia pada tahun 2016. Indonesia menyumbang sebanyak 342 kasus. Sejak tahun 2011, Kejadian Luar Biasa (KLB) kasus Difteri menjadi masalah di Indonesia. Tercatat 3353 kasus Difteri dilaporkan tahun 2011 sampai tahun 2016. Angka ini menunjukkan Indonesia menjadi urutan ke-2 setelah India dengan jumlah kasus Difteri terbanyak. Dari 3353 menderita Difteri, 110 diantaranya meninggal dunia, dan hampir 90% yang terinfeksi tidak memiliki riwayat imunisasi difteri yang lengkap.

Difteri dapat dicegah dengan imunisasi terhadap Difteri. Imunisasi Difteri termasuk PROGRAM IMUNISASI WAJIB Pemerintah Indonesia. Imunisasi Difteri dikombinasikan dengan Pertusis (Batuk Rejan) dan Tetanus ini disebut dengan Imunisasi DTP. Sebelum usia 1 tahun, anak diwajibkan mendapatkan 3 kali imunisasi DTP. Cakupan anak-anak yang mendapat imunisasi DTP sampai dengan 3 kali di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 84%. Jumlahnya menurun jika dibandingkan dengan cakupan DTP yang pertama yaitu 90%.

PENYEBAB DIFTERI

Bakteri Corynebacterium Diphtheriae. Penyebaran bakteri ini dapat terjadi dengan mudah terutama bagi orang yang tidak mendapat vaksin difteri. Beberapa cara penularan yang perlu diwaspadai :

  • Terhirup percikan ludah penderita di udara saat penderita bersin atau batuk. Cara penularan ini paling umum.
  • Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri contohnya mainan atau handuk
  • Sentuhan langsung pada luka borok (Ulkus) akibat Difteri di kulit penderita. Biasanya terjadi pada lingkungan dengan padat penduduk dan kebersihan yang tidak terjaga
  • Bakteri Difteri menghasilkan racun yang akan membunuh sel-sel sehat dalam tenggorokan sehingga akhirnya menjadi sel mati. Sel-sel mati inilah yang akan membentuk membran (lapisan tipis) abu-abu pada tenggorokan.
  • Racun yang dihasilkan berpotensi menyebar dalam aliran darah dan merusak jantung, ginjal, serta sistem saraf.
  • Terkadang Difteri tidak menunjukkan gejala apapun sehingga penderitanya tidak menyadari bahwa dirinya terinfeksi, Apabila tidak menjalani pengobatan dengan tepat berpotensi menularkan penyakit kepada orang disekitarnya, terutama yang belum mendapatkan imunisasi.

GEJALA DIFTERI

Masa Inkubasi atau rentang waktu sejak bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul 2 hingga 5 hari. Gejala-gejala nya meliputi :

  • terbentuk lapisan tipis berwarna abu-abu menutupi tenggorokan dan amandel
  • demam dan menggigil
  • sakit tenggorokan dan suara serak
  • sulit bernafas atau nafas yang cepat
  • pembengkakan kelenjar limfe pada leher
  • lemas dan lelah
  • pilek awalnya cair, lama kelamaan menjadi kental dan terkadang bercampur darah
  • difteri juga dapat menyerang kulit dan dapat menyebabkan luka seperti borok (Ulkus), ulkus dapat sembuh dalam beberapa bulan tapi biasanya akan meninggalkan bekas pada kulit.

Segera periksakan diri ke dokter jika Anda atau Anak Anda menunjukkan gejala-gejala di atas. Penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah komplikasi.

DIAGNOSIS dan PENGOBATAN

Dokter akan menanyakan beberapa hal seputar gejala yang dialami pasien. Dokter juga mengambil sampel dari lendir di tenggorokan, hidung atau ulkus di kulit untuk diperiksa di laboratorium.

Apabila seseorang diduga kuat tertular Difteri, Dokter akan segera memulai pengobatan, bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkan untuk menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Pengobatan akan dilakukan dengan 2 jenis obat yaitu Antibiotik dan Antitoksin.

ANTIBIOTIK

Diberikan untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien menderita difteri.

Penderita dapat keluar dari ruang Isolasi setelah mengonsumsi antibiotik selama 2 hari. Sangat penting bagi mereka untuk tetap menyelesaikan konsumsi Antibiotik sesuai anjuran dokter yaitu selama 2 minggu.

Penderita akan menjalani pemeriksaan laboratorium untuk melihat ada tidaknya bakteri Difteri dalam aliran darah. Jika Bakteri Difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien Dokter akan melanjutkan penggunaan antibiotik selama 10 hari.

Sementara itu, pemberian ANTITOKSIN berfungsi untuk menetralisir toksin atau racun difteri yang menyebar dalam tubuh. Sebelum memberikan ANTITOKSIN, Dokter akan mengecek apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Apabila terjadi reaksi alergi, Dokter akan memberikan ANTITOKSIN dengan dosis rendah dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien.

Bagi penderita yang mengalami kesulitan bernafas karena hambatan membran abu-abu dalam tenggorokan Dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran. Sedangkan penderita Difteri dengan gejala Ulkus pada kulit dianjurkan untuk membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama.

Selain penderita, orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk memeriksakan diri ke Dokter karena penyakit ini sangat mudah tertular. Misalnya keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.

Dokter akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan ANTIBIOTIK. Terkadang vaksin Difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini.

KOMPLIKASI DIFTERI

Pengobatan harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus komplikasi yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan 1 dari 5 penderita Balita dan Lansia diatas 40 tahun meninggal dunia akibat komplikasi Difteri. Jika tidak diobati dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri dapat memicu beberapa komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa, diantaranya :

  • Masalah Pernafasan, sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri Difteri akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernafasan. Partikel-partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru, hal ini berpotensi memicu reaksi peradangan pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan menyebabkan gagal nafas.
  • Kerusakan Jantung, selain paru-paru Toksin Difteri berpotensi masuk ke jantung dan menyebabkan peradangan otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat menyebabkan masalah seperti detak jantung tidak teratur, gagal jantung, dan kematian mendadak.
  • Kerusakan Saraf, Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma serta pembengkakan saraf tangan dan kaki. Paralisis pada diafragma akan membuat pasien tidak bisa bernafas sehingga membutuhkan alat bantu pernafasan atau respirator. Paralisis Diafragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu penderita Difteri anak-anak yang mengalami komplikasi dianjurkan untuk tetap di rumah sakit hingga 1,5 bulan.
  • Difteri Hipertosik, adalah difteri yang sangat parah, selain gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertosik akan memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal

PENCEGAHAN dan VAKSINASI

Langkah pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan difteri tergabung dalam Vaksin DTP. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus dan pertusis atau batuk rejan. 

Vaksin DTP termasuk dalam imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia. Pemberian vaksin ini dilakukan 5 kali pada saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, satu setengah tahun, dan lima tahun. Selanjutnya dapat diberikan booster dengan vaksin sejenis (Tdap/Td) pada usia 10 tahun dan 18 tahun. Vaksin Td dapat diulangi setiap 10 tahun untuk memberikan perlindungan yang optimal.

Apabila imunisasi DTP terlambat diberikan, imunisasi kejaran yang diberikan tidak akan mengulang dari awal. Bagi anak dibawah usia 7 tahun yang belum melakukan imunisasi DTP atau melakukan imunisasi yang tidak lengkap masih dapat memberikan imunisasi kejaran dengan jadwal sesuai anjuran dokter anak anda. Namun bagi mereka yang sudah berusia 7 tahun dan belum lengkap melakukan vaksin DTP, terdapat vaksin sejenis yang bernama Tdap untuk diberikan. Perlindungan tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidup.

 

BACA SELANJUTNYA :

 

KAJI BANDING PUSKESMAS RAMAH ANAK BARITO UTARA KALIMANTAN TENGAH di PUSKESMAS BREBES Tahun 2017